Seputar cerita sexs | Sex Di Perjalanan Dinas

 

Emil adalah salah seorang manager pada bagian Treasury di sebuah bank asing. Emil berumur 28 tahun, seorang Sunda dari Bogor. Emil telah bersuami dan mempunyai seorang anak yang baru berumur 7 tahun. Tubuh kurus dengan tinggi badan kurang lebih 163 cm, berat badannya kurang lebih 49 kg. Buah dadanya berukuran kecil tetapi padat, pinggangnya sangat ramping disertai bagian perut yang datar. Kulitnya kuning langsat dilengkapi raut muka yang manis.
Setibanya di Semarang, setelah check in di hotel mereka langsung mengadakan kunjungan pada beberapa nasabah, yang dilakukan sampai dengan setelah makan malam. Setelah selesai berurusan dengan nasabah, mereka kembali ke hotel, dimana Joon dan Evita melanjutkan acara mereka dengan duduk-duduk di bar hotel sambil mengobrol serta minum-minum. Emil pada awalnya diajak juga, tapi karena merasa sangat lelah, dan di samping itu ia juga merasa tidak enak mengganggu mereka, maka ia lebih dulu kembali ke kamar hotel untuk tidur.
Menjelang tengah malam, Emil tiba-tiba terbangun dari tidurnya, hal ini disebabkan karena ia merasa tempat tidurnya bergerak-gerak dan terdengar suara-suara aneh. Dengan perlahan-lahan Emil membuka matanya untuk mengintip apa yang terjadi. Hatinya terkesiap melihat Joon dan Evita sedang bergumul. Keduanya berada dalam keadaan polos sama sekali. Evita yang bertubuh kecil itu, sedang berada di atas Joon seperti layaknya seseorang yang sedang menunggang kuda, dengan pantatnya yang naik turun dengan cepat. Dari mulutnya terdengar suara mendesis yang tertahan,
“Ssshhh…, sshhh…”, karena mungkin takut membangunkan Emil.
Kedua tangan Joon sedang meremas-remas kedua buah dada Evita yang kecil tetapi padat berisi itu. Emil sangat panik dan berada dalam posisi yang serba salah. Jadi dia hanya bisa terus berlagak seperti sedang tidur. Emil mengharapkan mereka cepat selesai dan Joon segera kembali ke kamarnya. Besok dia akan menegur Evita agar tidak melakukan hal seperti itu lagi di kamar mereka. Seharusnya mereka dapat melakukan hal itu di kamar Joon sehingga mereka dapat melakukannya dengan bebas tanpa terganggu oleh siapa pun. Dari bau whisky yang tercium, rupanya keduanya masih berada dalam keadaan mabuk. Emil berusaha keras untuk dapat tidur kembali, walaupun sebenarnya ia merasa sangat terganggu dengan gerakan dan suara-suara yang ditimbulkan oleh mereka.
Pada saat Emil mulai terlelap, tiba-tiba ia merasakan sesuatu sedang merayap pada bagian pahanya. Emil sangat terkejut dan tubuhnya mengejang, karena pada saat dia perhatikan, ternyata tangan kanan Joon sedang mencoba untuk mengusap-ngusap kedua pahanya yang masih tertutup selimut. Emil berpura-pura masih terlelap dan mencoba mengintip apa yang sebenarnya sedang terjadi. Rupanya permainan Joon dan Evita sudah selesai dan Evita dalam keadaan kelelahan serta menikmati kepuasan yang baru didapatnya, sudah tergolek tidur.
Joon yang masih berada dalam keadaan polos dengan posisi badan setengah tidur disamping Emil, sambil bertumpu pada siku-siku tangan kiri, tangan kanannya sedang berusaha menyingkap selimut yang dipakai Emil. Emil menjadi panik, pada awalnya dia akan bangun dan menegur Joon untuk menghentikan perbuatannya, akan tetapi di pihak lain dia merasa tidak enak karena pasti akan membuat Joon malu, karena dipikirnya Joon melakukan hal itu lebih disebabkan karena Joon masih berada dalam keadaan mabuk. Akhirnya Emil memutuskan untuk tetap berpura-pura tidur dengan harapan Joon akan menghentikan kegiatannya itu.
Akan tetapi harapannya itu ternyata sia-sia belaka, bahkan secara perlahan-lahan Joon bangkit dan duduk di samping Emil. Tangannya menyingkap selimut yang menutupi tubuh Emil dengan perlahan-lahan dan dari mulutnya menggumam perlahan,


“Psssttt sayang, mari kubantu menikmati sesuatu yang baru…, nih.., kubantu melepaskan celana dalammu…, nggak baik kalau tidur pakai celana dalam”, sambil tangannya yang tadinya mengelus-elus bagian atas paha Emil bergerak naik dan memegang tepi celana dalam Emil, kemudian menariknya dengan perlahan-lahan ke bawah meluncur di antara kedua kaki Emil.
Badan Emil menjadi kaku dan dia tidak tahu harus berbuat bagaimana. Emil seakan-akan berubah menjadi patung, pikirannya menjadi gelap dan matanya dirasakannya berkunang-kunang. Joon melihat kedua gundukan bukit kecil dengan belahan sempit di tengahnya, yang ditutupi oleh rambut hitam kecoklatan halus yang tidak terlalu lebat di antara paha atas Emil. Jari-jari Joon membuka satu persatu kancing daster Emil, sambil tangannya bergerak terus ke atas dan sekarang ia menyingkapkan seluruh selimut yang menutupi tubuh Emil, sehingga terlihatlah payudara Emil yang membukit kecil dengan putingnya yang kecil berwarna coklat tua.
Sekarang Emil tergolek dengan tubuhnya yang tanpa busana, tungkai kakinya yang panjang dan pantat yang penuh berisi, serta buah dada yang kecil padat dan belahan di antara paha atas yang membukit kecil, benar-benar sangat merangsang nafsu birahi Joon. Ia sudah tidak sanggup menahan nafsu, penisnya yang baru saja terpuaskan oleh Evita, sekarang bangkit lagi, tegang dan siap tempur.
Sejak saat itu Joon bertekad untuk tidak akan membebaskan Emil. Ia terlalu berharga untuk di biarkan, Joon akan menikmati tubuh Emil berulang-ulang pada malam ini. Kemolekan tubuh Emil terlalu sayang untuk disimpan oleh Emil sendiri pikir Joon. Joon mendorong tubuh Emil dan mulai meremas-remas payudara Emil yang telah terbuka itu,
“Dengerin sayang, you akan saya ajarin menikmati sesuatu yang nikmat, asal you baik-baik nurutin apa yang akan saya tunjukkan”.
Kesadaran Emil mulai kembali secara perlahan-lahan dan dengan tubuh gemetar Emil perlahan-lahan membuka matanya dan memperhatikan Joon yang sedang merangkak di atasnya. Emil mencoba mendorong badan Joon sambil berkata,
“Joon, apa yang sedang kau lakukan ini?”, “Sadarlah Joon, aku sudah bersuami, jangan kau teruskan perbuatanmu ini!”. Karena menganggap Joon berada dalam keadaan mabuk, Emil mencoba membujuk dan menggugah kesadaran Joon.
Akan tetapi Joon yang telah sangat terangsang melihat tubuh Emil yang molek halus mulus dan bugil di depan matanya mana mau mengerti, apalagi penisnya telah dalam keadaan sangat tegang.
“Gila! Cakep banget! Lihat buah dadamu, padat banget. Cocok sama seleraku! You emang pinter menjaga tubuhmu, sayang!”, kata Joon sambil menekan tubuhnya ke tubuh Emil.

Emil berusaha bangun berdiri, akan tetapi tidak bisa dan dia tidak berani terlalu bertindak kasar, karena takut Joon akan membalas berlaku kasar padanya. Sedangkan dalam posisinya itu saja ia sudah tidak ada lagi kemungkinan untuk lari. Sambil menjilat bibirnya Joon berbaring di sisi Emil.
“Mil, lebih baik you mengikuti kemauanku dengan manis, kalau tidak saya akan paksa you dan saya perkosa you habis-habisan. Kalau you turutin, you akan merasakan kenikmatan dan tidak akan sakit”. Lalu tangannya ditangkupkan di buah dada Emil, sambil meremas-remasnya dengan sangat bernafsu, sambil merasakan kehalusan dan kepadatan buah dada Emil.
“Bodi you oke banget!”, kata Joon.
“Coba you berputar Emil!”. Perlahan-lahan dengan perasaan yang putus asa Emil berputar membelakangi Joon. Dan dirasakanya tangan Joon sekarang ada di pantatnya meremas dan meraba-raba.
Kemudian Joon menyibakkan rambut Emil, dan dihirupnya leher Emil dengan hidungnya sementara lidahnya menelusuri leher Emil. Sambil melakukan hal itu tangan Joon berpindah menuju kemaluan Emil. Pada bagian yang membukit itu, tangannya bermain-main, mengelus-elus dan menekan-nekan, sambil berkata,
“Kasihan you, Emil, pasti suami you tidak tahu cara membahagiakan you?”,
“Tapi tenang aja sayang, dengan saya, you nggak bakalan bisa lupa seumur hidup, you bakalan merasakan bagaimana menjadi wanita sejati!”. Sambil memutar kembali tubuh Emil.
Setelah itu Joon mengambil tangan Emil dan meletakkannya di kemaluannya yang telah sangat tegang itu.
Ketika merasakan tangannya menyentuh benda hangat yang besar lagi keras itu, tubuh Emil tersentak, belum sempat Emil dapat berpikir dengan jelas, terasa badannya telah ditelentangkan oleh Joon dan dengan cepat Joon telah berjongkok di antara kedua kakinya yang dengan paksa terkangkang akibat tekanan lutut Joon. Dengan sebelah tangannya menuntun penisnya yang besar, Joon lalu menempelkan ujung penisnya ke bibir vagina Emil,
“Apa you mau saya masukin itu?”,
“Aaahhh…, jangaaann…, jaaangaaann…, jooonn…”, Emil dengan suara mengiba-iba masih berusaha mencoba menghalangi niat Joon.
Emil mencoba mengeser pinggulnya ke samping, berusaha menghindari penis Joon agar tidak dapat menerobos masuk ke dalam liang kewanitaannya. Sambil tersenyum Joon berkata lagi,
“You tidak dapat kemana-mana lagi, lebih baik you diam-diam saja dan menikmati permainan saya ini..!”. Joon lalu memajukan pinggulnya dengan cepat dan menekan ke bawah, sehingga penis besarnya yang telah menempel pada bibir kemaluan Emil dengan cepat menerobos masuk ke dalam liang vagina Emil dengan tanpa dapat dihalangi lagi.
Testis Joon mengayun-ayun menampar bagian bawah vagina Emil, sementara Emil megap-megap karena dorongan keras Joon.
Emil belum pernah merasakan saat seperti ini, setiap bagian tubuhnya serasa sangat sensitif terhadap rangsangan. Buah dadanya terangsang saat ditindih oleh dada Joon. Dirinya sudah lupa kalau sedang diperkosa, ia tidak peduli pada tubuh besar Joon yang sedang bergerak naik turun menindih tubuhnya yang langsing. Emil mulai merasakan suatu sensasi kenikmatan yang menggelitik di bagian bawah tubuhnya, vaginanya yang telah terisi oleh penis besar dan panjang milik Joon, terasa menggelitik dan menyebar ke seluruh tubuhnya, sehingga Emil hanya bisa menggeliat-geliat dan mendesis mirip orang kepedasan.
Emil hanya berusaha menikmati seluruh rasa nikmat yang dirasakan tubuhnya. Sekarang Emil mencoba untuk berusaha aktif dengan ikut menggerakkan pinggulnya mengikuti irama gerakan Joon di atasnya. Joon melihat Emil mengerang, merintih dan mengejang setiap kali ia bergerak. Dan Emil sudah mulai terbiasa mengikuti gerakannya. Joon merasakan tangan Emil merangkul erat pada punggung bawahnya mengelus-elus ke bawah dan meremas-remas pantatnya serta menariknya ke depan agar semakin merapat pada tubuh Emil. Joon terus menggosok-gosokkan penisnya pada klitoris Emil.
Joon sekarang ingin membuat Emil orgasme terlebih dahulu. Emil semakin terangsang dan tak terkendali lagi setiap kali bagian tubuhnya bergerak mengikuti tekanan dan sodokan Joon, sekarang wajahnya terbenam di dada bidang Joon,gairahsex.com mulutnya megap-megap seperti ikan terdampar di pasir, dengan perlahan-lahan mulutnya bergeser pada dada Bossnya dan sambil terus menjilat akhirnya tiba pada puting susu Joon. Sekarang Emil secara refleks mulai menyedot dan menghisap puting susu Joon, sehingga badan Joon mulai bergetar juga saking merasa nikmatnya. Penis Joon terasa semakin keras, sehingga Joon semakin ganas saja menggerakkan pantatnya menekan pinggul Emil dalam-dalam. Emil merasakan vaginanya berkontraksi, sambil berusaha menahan rasa geli yang tidak terlukiskan menggelitik seluruh dinding liang kemaluannya dan menjalar ke seluruh tubuhnya.
Perasaan itu makin lama makin kuat menguasainya sehingga seakan-akan menutupi kesadarannya dan membawanya melayang-layang dalam kenikmatan yang tidak pernah dialaminya selama ini dan tidak dapat dilukiskan ataupun diuraikan dengan kata-kata. Kenikmatan yang dialami Emil tercermin pada gerakan tubuhnya yang meronta-ronta liar tanpa terkendali bagaikan ikan yang menggelepar-gelepar terdampar di pasir. Desahan panjang penuh kenikmatan keluar dari mulutnya yang mungil,
“Ooohhhh…., aagghh…, adduhhh..!”.
Kedua pahanya melingkari pantat Joon dan dengan kuat menjepit serta menekan ke bawah, disertai tubuhnya yang mengejang dan kedua tangannya mencengkeram alas tempat tidur dengan kuat, benar-benar suatu orgasme yang dahsyat telah melanda Emil. Joon merasakan penisnya terjepit dengan kuat oleh dinding kemaluan Emil yang berdenyut-denyut disertai isapan kuat seakan-akan hendak menelan batang penisnya. Terasa benar jepitan dinding vagina Emil dan di ujung sana terasa ada “tembok” yang mengelus kepala penisnya.
Setelah beristirahat sejenak dan melihat Emil sudah agak tenang, Joon mulai memompa lagi. Pompaan Joon kali ini segera dibalas oleh Emil, pinggulnya bergerak-gerak “aneh” tapi efeknya luar biasa. Penis Joon serasa dilumat dari pangkal sampai kepalanya. Lalu masih ditambah dengan variasi, ketika pinggul Emil berhenti dari gerakan aneh itu, tiba-tiba Joon merasakan penisnya terjepit dengan kuat dan dinding-dinding kemaluan Emil berdenyut-denyut secara teratur, sekitar 4-5 kali denyut menjepit, baru kemudian bergoyang aneh lagi.
Wah, suatu sensasi melanda perasaan Joon, suatu hubungan kelamin yang belum pernah dinikmatinya dengan wanita manapun juga selama ini. Menyesal Joon karena tidak dari dulu-dulu menikmatinya. Gerakan aneh di dalam liang kemaluan Emil makin bervariasi. Terkadang Joon malah meminta Emil berhenti bergoyang untuk sekedar menarik nafas panjang. Lumatan dinding kemaluan Emil pada penis Joon membuatnya geli-geli dan serasa akan ‘meledak’.
Joon tidak ingin cepat-cepat sampai, karena masih ingin menikmati “elusan” vagina Emil. Tetapi gerakan-gerakan di dalam liang kewanitaan Emil semakin menggila dan semakin liar.
Hingga akhirnya Joon harus menyerah, tak mampu menahan lebih lama lagi perasaan nikmat yang melandanya, semakin cepat Joon bergerak mengimbangi goyangan pinggul Emil, semakin terasa pula rangsangan yang akan meletupkan lahar panas yang sedang menuju klimaks, mendaki puncak, saat-saat yang paling nikmat. Dan akhirnya, pada tusukan yang terdalam, Joon menyemprotkan maninya kuat-kuat di dalam liang kewanitaan Emil, sambil mengejang, melayang, bergetar. Pada detik-detik saat Joon melayang tadi, tiba-tiba kaki Emil yang pada awalnya mengangkang, diangkatnya dan menjepit pinggul Joon kuat-kuat. Amat sangat kuat.
Lalu tubuhnya ikut mengejang beberapa detik, mengendor dan terus mengejang lagi, lagi dan lagi…, Emil pun tidak sanggup menahan dorongan orgasme yang melandanya lagi, punggungnya melengkung ke atas, matanya terbeliak-beliak, serta keseluruhan tubuhnya bergetar dengan hebat tanpa terkendali, seiring dengan meledaknya kenikmatan orgasme di vaginanya. Orgasme kedua dari Emil.
“Joonnn, aduuuh, Joonn, aahhhhh…, aaduuhh…, nikmaaatt.., Joonn….!”.
Joon tersenyum puas melihat tubuh Emil terguncang-guncang karena orgasme selama 15 detik tanpa henti-hentinya. Kemudian tangan Emil dengan eratnya menekan pantat Joon ke arah selangkangannya sambil kakinya menggelepar-gelepar ke kiri kanan. Joon pun terus menggerakkan penisnya untuk menggosok klitoris Emil. Setelah orgasmenya selesai, tubuh Emil langsung terkulai lemas tak berdaya, terkapar, dengan kedua tangan dan kakinya terbentang melebar ke kiri kanan. Emil merasa bagian-bagian tubuhnya seolah terlepas dan badannya tidak dapat digerakkan sama sekali.
Setelah gelombang dahsyat kenikmatan yang melandanya surut, Emil kembali ke alam nyata dan menyadari bahwa dia sedang terkapar di bawah tindihan badan kekar lelaki bule berkulit putih yang bukan suaminya yang baru saja memberikan kepuasan yang tiada tara padanya. Suatu perasaan malu dan menyesal melandanya, bagaimana dia bisa begitu gampang ditaklukkan oleh lelaki tersebut. Tanpa terasa air mata penyesalannya bergulir keluar dan Emil mulai menangis tersedu-sedu. Dengan tubuhnya yang masih menghimpit badan Emil, Joon mencoba membujuknya dengan memberikan berbagai alasan antara lain karena ia terlalu banyak minum sehingga tidak dapat mengontrol dirinya.
Sambil membujuk dan mengelus-elus rambut Emil dengan perlahan-lahan penisnya mulai tegang lagi dan dengan halus penisnya yang memang telah berada tepat di depan kemaluan Elis ditekan perlahan-lahan agar masuk ke dalam kewanitaan Emil. Pada saat merasakan penis Joon mulai menerobos masuk ke dalam kewanitaannya, Emil bereaksi sedikit dengan mencoba memberontak lemah tapi akhirnya diam pasrah dan membiarkan penis besar tersebut masuk sepenuhnya ke dalam liang kewanitaannya.
Dengan perlahan-lahan Joon menggerakkan badannya naik-turun, sehingga lama-kelamaan tubuh Emil mulai terangsang kembali dan bereaksi, dan pergumulan kedua insan tersebut semakin lama semakin seru mendaki puncak kepuasan dan kenikmatan, terlupa akan segala penyesalan. Pertarungan mereka terus berlanjut sepanjang malam dan baru berhenti menjelang fajar menyingsing keesokan harinya.
Pukul 10 pagi keduanya baru terbangun dan terlihat Evita telah berpakaian rapi, sedang menikmati sarapan paginya sambil mengerling ke arah mereka dengan senyum-senyum rahasia. Pada mulanya Emil merasa sangat malu terhadap Evita, tapi melihat reaksi Evita yang seperti itu, seakan-akan mengajak bersekutu,hingga  akhirnya Emil menjadi terbiasa